Beranda | Artikel
Mukaddimah Kajian Kitab Shahih At-Targhib wa At-Tarhib
Sabtu, 30 Mei 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Mukaddimah Kajian Kitab Shahih At-Targhib wa At-Tarhib merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah كتاب صحيح الترغيب والترهيب (kitab Shahih At-Targhib wa At-Tarhib) yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Rabu, 4 Syawwal 1441 H / 27 Mei 2020 M.

Kajian Tentang Mukaddimah Kajian Kitab Shahih At-Targhib wa At-Tarhib

Pada pagi ini insyaAllah kita memulai kajian kitab Shahih At-Targhib wa At-Tarhib yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullah. Yang mana buku ini adalah merupakan pemilihan hadits-hadits dari kitab الترغيب والترهيب yang ditulis oleh Al-Hafidz Al-Mundziri.

Kitab Targhib wa Tarhib ini 4 jilid, namun tercampur padanya yang shahih dan yang dhaif. Maka kemudian Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullah memisahkan yang shahih dan yang dhaifnya. Yang shahih dimasukkan dalam kitab Shahih Targhib wa Tarhib dan yang dhaif dimasukkan dalam kitab Dhaif Targhib wa Tarhib.

Tentunya dengan cara dipisah seperti inilah memudahkan kita untuk memilah dan memilih mana shahih dan mana yang dhaif. Karena penting sekali untuk mengetahui suatu hadits itu shihih atau dhaif. Karena hadits dhaif hakikatnya adalah menghasilkan dugaan yang lemah. Dan dugaan yang lemah, seluruh ulama menyatakan bahwa itu tidak boleh digunakan. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ ; فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ

“Jauhi oleh kalian dugaan (sebatas menduga-duga); karena sebatas dugaan-dugaan adalah merupakan ucapan atau perkataan yang paling dusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Yang dimaksud “dugaan” di sini -kata para ulama- adalah dugaan yang bersifat yang lemah. Adapun dugaan yang kuat, maka semua ulama sepakat untuk mengamalkannya. Hadits yang dhaif hanya menghasilkan dugaan yang lemah.

Juga Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَريبُكَ

“Tinggalkan apa-apa yang meragukan kamu kepada yang membuat kamu tidak ragu.” (HR. Tirmidzi)

Sedangkan hadits dhaif hanya menghasilkan keraguan. Oleh karena itu Al-Hafidz Ibnu Hajar ketika mendefinisikan hakikat “perawi yang buruk hafalan” (Padahal buruk hafalan dalam ilmu hadits itu kedhaifannya ringan, bahkan bisa dikatakan dhaif yang paling ringan). Kata Al-Hafidz Ibnu Hajar, buruk hafalan yaitu: Sisi benarnya tidak bisa mengalahkan sisi salahnya. Artinya sisi benar dan salahnya sama-sama kuat. Ketika benar dan salah itu sama-sama kuat, berarti itu menunjukkan meragukan, apakah ia benar atau salah. Sedangkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kita untuk meninggalkan perkara yang ragu. Nabi bersabda dalam hadits yang hasan yang dikeluarkan At-Tirmidzi tadi:

دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَريبُكَ

“Tinggalkan apa-apa yang meragukan kamu kepada apa yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi)

Sedangkan hadits dhaif meragukan. Dan Nabi menyuruh untuk meninggalkan segala sesuatu yang meragukan. Memang sebagian ulama ada yang mengatakan boleh mengamalkan hadits dhaif dalam masalah fadhilah amal sebagai kehati-hatian. Akan tetapi, Subhanallah kita katakan bahwa kehatian-hatian seperti ini justru perkara yang tidak baik. Karena mereka mengatakan kehati-hatian jangan-jangna ini benar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena sisi benar dan sisi salahnya sama-sama kuat. Maka kita katakan bahwa kalau tidak ada perintah Nabi untuk meninggalkan perkara yang ragu, bisa kita amalkan. Tapi masalahnya ada perintah Nabi untuk meninggalkan perkara yang ragu. Sementara hadits dhaif hanya menghasilkan keraguan saja.

Maka atas dasar itulah pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang dipegang oleh Imam Bukhari dan Muslim dan dibela oleh Al-Imam Ibnul Arabi Al-Maliki dan condong kepadanya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, bahwasanya hadits dhaif tidak boleh diamalkan sama sekali, baik dalam masalah aqidah, hukum, demikian pula dalam masalah Targhib wa Tarhib. Dan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam beliau yang berjudul تبيين العجب بما ورد في فضل رجب menyebutkan bahwa atas pendapat yang mengatakan boleh mengamalkan hadits dhaif itu pun harus diberikan tiga syarat. Kalau kita perhatikan, syarat ini sulit untuk dipenuhi oleh masyarakat di negeri kita ini. Apa syaratnya?

  1. Tidak boleh sangat lemah. Artinya lemahnya yang ringan saja.
  2. Tidak boleh dimasyhurkan, cukup ia amalkan untuk dirinya sendiri saja.
  3. Tidak boleh diyakini itu sunnah.

Akan tetapi sudah saya sebutkan, siapapun yang membaca kitab تبيين العجب, akan tampak bahwa beliau condong kepada pendapat yang mengatakan hadits dhaif tidak bisa diamalkan sama sekali. Karena beliau mengatakan bahwa semua itu sebetulnya termasuk pensyariatan. Sementara syariat kita tidak dibangun diatas  dugaan yang lemah. Syariat kita tidak boleh dibangun diatas  sesuatu yang sifatnya meragukan. Sedangkan hadits yang lemah menghasilkan dugaan lemah, menghasilakan keraguan, bagaimana hendak dijadikan hujjah didalam pensyariatan? Dan masalah fadhilah amal pun termasuk syariat.

Jadi kitab Shahih At-Targhib wa At-Tarhib ini memilah, ditulis oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, diambil dari kitab At-Targhib wa At-Tarhib yang ditulis oleh Al-Hafidz Al-Mundziri dan kemudian beliau memisah-misah antara yang shahih dan yang dhaif.

جزاه الله خيرا

Semoga Allah memberikan kepada Syaikh Albani balasan pahala yang besar dan berlipat ganda atas perjuangan untuk membela hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan memudahkan kepada kita para penuntut ilmu untuk memilah dan memilih mana yang shahih dan mana yang dhaif.

Walaupun tentunya, Syaikh Albani Rahimahullah manusia yang tidak lepas dari kesalahan. Terkadang dalam bukunya beliau ada diselisihi oleh ulama lain. Terkadang beliau menshahihkan hadits tapi ulama lain mendhaifkan. Itu biasa terjadi dalam medan ilmiah. Namun tentunya ini sangat memudahkan terutama kita untuk orang-orang awam untuk memilah dan memilih mana yang shahih dan mana dhaif.

Hakikat kitab Targhib wa Tarhib

Targhib artinya pemberian motivasi, sedangkan tarhib artinya adalah menakut-nakuti atau mengancam. Al-Hafidz Al-Mundziri mengumpulkan hadits-hadits yang hubungan dengan keutamaan-keutamaan amal yang isinya adalah tidak lepas dari dua tadi; memberikan motivasi untuk beramal atau mengancam jangan sampai kita melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam. Dan Subhanallah.. Targhib dan tarhib ini adalah perkara yang merupakan tugas para Nabi dan Rasul. Allah Ta’ala berfirman:

رُّسُلًا مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ

“Para Rasul memberikan kabar gembira (targhib atau pemberian motivasi) dan memberikan peringatan/ancaman dengan api neraka (tarhib supaya manusia menjauhi perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Dan dua perkara ini memang harus dikumpulkan. Antara targhib dan tarhib ini harus dikumpulkan. Karena pemberian motivasi akan menimbulkan semangat dan harapan. Tarhib akan menimbulkan khauf  (rasa takut) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan adzabNya. Sedangkan rasa roja’ dan khauf ini harus dipadukan dan diseimbangkan. Karena -kata para ulama- orang yang rasa takutnya melebihi rasa berharapnya akan menimbulkan keputusasaan dan akan menimbulkan sikap arogan, mudah mengkafirkan dan yang lainnya. Sebaliknya, orang yang rasa berharapnya jauh lebih besar daripada rasa takutnya, akhirnya meremehkan maksiat. Tetapi ketika rasa berharap dengan rasa takut ini diseimbangkan, di situlah akan memberikan kekuatan dahsyat untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi maksiat. Ketika rasa berharap dan rasa takut itu seimbang, akan menjauhkan kita dari sifat sombong, ujub dengan amal dan yang lainnya.

Inilah tujuan dari Al-Hafidz Al-Mundziri ketika menulis kitab At-Targhib wa Tarhib. Yaitu untuk memberikan motivasi dalam beramal dan menakut-nakuti kita, jangan sampai kita melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Simak penjelasan yang penuh manfaat ini pada menit ke-12:35

Download mp3 Kajian Tentang Mukaddimah Kajian Kitab Shahih At-Targhib wa At-Tarhib


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48492-mukaddimah-kajian-kitab-shahih-at-targhib-wa-at-tarhib/